Bandung memang dikenal sebagai
kota yang memiliki banyak bangunan bersejarah. Setidaknya terdapat 6
bangunan antik nan penting di kota ini. Yuk, susuri satu-satu warisan
bersejarah di Kota Bandung!
Kekayaan bangunan bersejarah yang ada, membuat Bandung menjadi kota
wisata yang tidak pernah habis untuk dijelajahi. Banyak
peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia
terjadi di kota ini.
Alangkah sayangnya jika sejarah tersebut dilupakan begitu saja, sebab di
balik bangunan tua yang ada di Bandung tersimpan destinasi wisata yang
sayang untuk ditinggalkan. Disusun oleh detikTravel, Kamis (7/6/2012),
berikut adalah 6 bangunan bersejarah yang wajib Anda kunjungi saat
berada di Kota Bandung:
1. Gedung Sate
Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara
sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung
yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh
Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa
bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung
bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920,
gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini
berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.
Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements
Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina
Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella
Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg
Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah
tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan
Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks
serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan
melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli
bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang
berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan
peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong
Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka
menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota
Bandung).
Gedung Sate (ca.1920-28)
Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil
diselesaikan pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven,
termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf dan Perpustakaan.
Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J.Gerber dan
kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda
Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur
tradisional Nusantara.
Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan menyatakan Gedung Sate adalah
bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur unik
mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen
architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi
Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate.
2. Gedung Merdeka
Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1895 dan dinamakan
Sociëteit Concordia, dan pada tahun 1926 bangunan ini direnovasi
seluruhnya oleh Wolff Schoemacher, Aalbers dan Van Gallen.[2] Gedung
Sociëteit Concordia dipergunakan sebagai tempat rekreasi dan sosialisasi
oleh sekelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan
sekitarnya. Mereka adalah para pegawai perkebunan, perwira, pembesar,
pengusaha, dan kalangan lain yang cukup kaya. Pada hari libur, terutama
malam hari, gedung ini dipenuhi oleh mereka untuk berdansa, menonton
pertunjukan kesenian, atau makan malam.
Pada masa pendudukan Jepang gedung ini dinamakan Dai Toa Kaman dengan fungsinya sebagai pusat kebudayaan.
Pada masa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 gedung ini digunakan sebagai markas pemuda Indonesia guna
menghadapi tentara Jepang yang pada waktu itu enggan menyerahkan
kekuasaannya kepada Indonesia.
Setelah pemerintahan Indonesia mulai terbentuk (1946 - 1950) yang
ditandai oleh adanya pemerintahan Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan
Recomba Jawa Barat, Gedung Concordia dipergunakan lagi sebagai gedung
pertemuan umum. disini biasa diselenggarakan pertunjukan kesenian,
pesta, restoran, dan pertemuan umum lainnya.
Dengan keputusan pemerintah Republik Indonesia (1954) yang menetapkan
Kota Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung
Concordia terpilih sebagai tempat konferensi tersebut. Pada saat itu
Gedung Concordia adalah gedung tempat pertemuan yang paling besar dan
paling megah di Kota Bandung . Dan lokasi nya pun sangat strategis di
tengah-tengah Kota Bandung serta dan dekat dengan hotel terbaik di kota
ini, yaitu Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger
Dan mulai awal tahun 1955 Gedung ini dipugar dan disesuaikan
kebutuhannya sebagai tempat konferensi bertaraf International, dan
pembangunannya ditangani oleh Jawatan Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat
yang dimpimpin oleh Ir. R. Srigati Santoso, dan pelaksana pemugarannya
adalah : 1) Biro Ksatria, di bawah pimpinan R. Machdar Prawiradilaga 2)
PT. Alico, di bawah pimpinan M.J. Ali 3) PT. AIA, di bawah pimpinan R.M.
Madyono
Setelah terbentuk Konstituante Republik Indonesia sebagai hasil
pemilihan umum tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan sebagai Gedung
Konstituante. Karena Konstituante dipandang gagal dalam melaksanakan
tugas utamanya, yaitu menetapkan dasar negara dan undang-undang dasar
negara, maka Konstituante itu dibubarkan oleh Dekrit Presiden tanggal 5
Juli 1959. Selanjutnya, Gedung Merdeka dijadikan tempat kegiatan Badan
Perancang Nasional dan kemudian menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) yang terbentuk tahun 1960. Meskipun fungsi
Gedung Merdeka berubah-ubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan
yang dialami dalam perjuangan mempertahankan, menata, dan mengisi
kemerdekaan Republik Indonesia , nama Gedung Merdeka tetap terpancang
pada bagian muka gedung tersebut.
3. Grand Hotel Preanger
Pada tahun 1884, ketika para Priangan planters (pemilik perkebunan di
Priangan ) mulai berhasil dalam usaha pertanian dan perkebunan di
sekitar kota Bandung - dahulu bernama Priangan - mereka mulai sering
datang untuk menginap dan berlibur ke Bandung. Kebutuhan mereka
disediakan oleh sebuah toko di Jalan Groote Postweg (sekarang Jalan Asia
Afrika). Tetapi kemudian toko itu bangkrut, sehingga pada tahun 1897
oleh seorang Belanda bernama W.H.C. Van Deeterkom toko itu diubah
menjadi sebuah hotel dan diberi nama Hotel Preanger Kemudian pada tahun
1920 berubah menjadi Grand Hotel Preanger .
Selama seperempat abad Grand Hotel Preanger yang berarsitektur gaya
Indische Empire menjadi kebanggaan orang-orang Belanda di Kota Bandung
yang kemudian pada akhirnya direnovasi dan didesain ulang pada tahun
1929 oleh C.P. Wolff Schoemaker dibantu oleh muridnya, Ir. Soekarno
(mantan Presiden RI pertama). Namanya kemudian menjadi lebih terkenal,
baik di dalam maupun di luar negeri dan menjadi suatu kebanggaan bagi
masyarakat pada saat itu bila mereka menginap di hotel tersebut. Grand
Preanger mengalami banyak pergantian pengelola, antara lain oleh N.V.
Saut, C.V. Haruman, P.D. Kertawisata dan akhirnya pada tahun 1987 hingga
kini dikelola oleh PT.Aerowisata.
4. Bosscha
Observatorium Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan bintang
tertua di Indonesia. Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha
Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige
Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda.
Observatorium Bosscha berlokasi di Lembang, Jawa Barat, sekitar 15 km di
bagian utara Kota Bandung dengan koordinat geografis 107° 36' Bujur
Timur dan 6° 49' Lintang Selatan. Tempat ini berdiri di atas tanah
seluas 6 hektare, dan berada pada ketinggian 1310 meter di atas
permukaan laut atau pada ketinggian 630 m dari dataran tinggi Bandung.
Kode observatorium Persatuan Astronomi Internasional untuk observatorium
Bosscha adalah 299. Tahun 2004, Observatorium Bosscha dinyatakan
sebagai Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah. Karena itu keberadaan
Observatorium Bosscha dilindungi oleh UU Nomor 2/1992 tentang Benda
Cagar Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, Pemerintah menetapkan
Observatorium Bosscha sebagai salah satu Objek Vital nasional yang harus
diamankan.
5. Hotel Savoy Homman
Pendahulu hotel ini adalah Hotel Homann, milik keluarga Homann, yang
dikenal akan sajian rijsttafel buatan Ibu Homann yang lezat. Pada tahun
1939, bangunan yang sekarang dirancang dengan desain gelombang samudera
bergaya art deco karya Albert Aalbers. Untuk menegaskan kebesarannya,
kata "Savoy" ditambahkan, yang ditambahkan pada tahun 1940 dan tetap
demikian hingga tahun 1980-an. Kemudian dilakukan modifikasi
kecil-kecilan (pintu masuk diperbesar, pembuatan toilet di jalan masuk,
penambahan AC di depan). Hotel ini memiliki pekarangan dalam (jauh dari
jalan raya), dan tamu dapat menikmati sarapan di udara terbuka.
Setelah Kemerdekaan Indonesia, hotel ini diambil alih oleh oleh grup
hotel Bidakara, sehingga namanya bertambah menjadi Savoy Homann Bidakara
Hotel.
Selain memiliki kamar yang super nyaman, Hotel Savoy Homman memiliki
sejarah tersendiri khususnya di Kota Bandung. Bangunannya bergaya art
deco dan dibangun pada tahun 1939. Hotel pertama di Bandung ini pernah
digunakan sebagai tempat menginap para tamu negara saat Konferensi Asia
Afrika pada tahun 1955. Jadi, bila Anda ingin bermalam di hotel bagai
tamu penting negara, menginap saja di Hotel Savoy Homman.
6. Villa Isola
Villa Isola adalah bangunan villa yang terletak di kawasan pinggiran
utara Kota Bandung. Berlokasi pada tanah tinggi, di sisi kiri jalan
menuju Lembang (Jln. Setiabudhi), gedung ini dipakai oleh IKIP (Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Bandung, yang sekarang menjadi
Universitas Pendidikan Indonesia-UPI). Villa Isola adalah salah satu
bangunan bergaya arsitektur Art Deco yang banyak dijumpai di Bandung.
Villa Isola dibangun pada tahun 1933, milik seorang hartawan Belanda
bernama Dominique Willem Berretty. Kemudian bangunan mewah yang
dijadikan rumah tinggal ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy
Homann. Perkembangan selanjutnya, ia dijadikan Gedung IKIP (sekarang
UPI) dan digunakan sebagai kantor rektorat.
Suatu publikasi khusus pada masa Hindia Belanda untuk villa ini ditulis
oleh Ir. W. Leimei, seorang arsitek Belanda. Dalam publikasi ini, Leimei
mengatakan bahwa di Batavia ketika urbanisasi mulai terjadi, banyak
orang mendirikan villa di pinggiran kota dengan gaya arsitektur klasik
tetapi selalu beradaptasi baik dengan alam dan ventilasi, jendela dan
gang-gang yang berfungsi sebagai isolasi panas matahari. Hal ini juga
dianut oleh Villa Isola di Bandung. Pada masa pendudukan Jepang, Gedung
ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jendral Hitoshi Imamura
saat menjelang Perjanjian Kalijati dengan Pemerintah terakhir Hindia
Belanda di Kalijati, Subang, Maret 1942. Gedung ini dibangun atas
rancangan arsitek Belanda yang bekerja di Hindia Belanda Charles Prosper
Wolff Schoemaker.
Gedung ini berarsitektur modern dengan memasukkan konsep tradisional
dengan filsafat arsitektur Jawa bersumbu kosmik utara-selatan seperti
halnya Gedung Utama ITB dan Gedung Sate. Orientasi kosmik ini diperkuat
dengan taman memanjang di depan gedung ini yang tegak lurus dengan sumbu
melintang bangunan kearang Gunung Tangkuban Perahu. Bangunan berlantai
tiga, dengan lantai terbawah lebih rendah dari permukaan jalan raya,
disebabkan karena topografinya tidak rata. Ranah sekeliling luas
terbuka, dibuat taman yang berteras-teras melengkung mengikuti permukaan
tanahnya. Sudut bangunan melengkung-lengkung membentuk seperempat
lingkaran. Secara keseluruhan bangunan dan taman bagaikan air
bergelombang yang timbul karena benda jatuh dari atasnya, sehingga
gedung ini merupakan penyesuaian arsitektural antara bangunan terhadap
lingkungan.
6 Bangunan Paling Bersejarah di Kota Bandung
Oyyiebz Patiwara
Artikel 6 Bangunan Paling Bersejarah di Kota Bandung ini dipublish oleh Unknown pada hari Senin, 03 Maret 2014. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Jika anda ingin sebarluaskan artikel ini, mohon sertakan sumber link asli. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menu
--
Perhatian
Maaf para pengunjung jika tak nyaman dengan blog ini !`
0 komentar:
Posting Komentar